## Regulasi Ketat Kepemilikan Senjata Api di Indonesia: Antara Sejarah, Keamanan, dan Tantangan Penegakan Hukum
Indonesia menerapkan regulasi ketat terkait kepemilikan senjata api (senpi). Ketatnya peraturan ini bukan tanpa alasan, melainkan berakar pada pengalaman sejarah bangsa dan upaya untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Meningkatnya kasus penyalahgunaan senpi, baik oleh oknum TNI maupun kelompok kriminal, semakin menggarisbawahi pentingnya kontrol yang efektif terhadap peredaran senjata di Indonesia.
Baru-baru ini, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengungkapkan peningkatan kasus penyalahgunaan senjata api dan amunisi oleh prajurit TNI. Data menunjukkan puncaknya terjadi pada tahun 2022 dengan 45 kasus, meningkat secara bertahap dalam lima tahun terakhir. Kasus di Papua, misalnya, memberikan dampak signifikan dan pihak TNI menegaskan akan menindak tegas prajurit yang terlibat. Di luar lingkup militer, kasus kriminal yang melibatkan senjata api juga kerap terjadi. Sebagai contoh, pada Maret 2023, Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua menembak seorang pengemudi ojek. Data Kepolisian RI (Polri) melalui aplikasi DORS (Daily Operation Reporting System) pada SOPS (Staf Kapolri Bidang Operasi) menunjukkan setidaknya tujuh kasus penembakan terjadi di enam Polda (Riau, Jawa Barat, Kalimantan Utara, Maluku, Sumatra Selatan, dan Sumatra Utara) selama empat bulan pertama tahun 2022, meskipun angka ini mengalami penurunan 3,3% dibandingkan tahun 2021.
Maraknya kasus ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana sebenarnya regulasi kepemilikan senjata api di Indonesia? Kriminolog Josias Simon menjelaskan bahwa kepemilikan senjata api di Indonesia tidak dilarang, tetapi diatur secara ketat. Pembatasan ini dilatarbelakangi oleh sejarah Indonesia, khususnya pengalaman selama Perang Kemerdekaan, di mana dampak negatif penggunaan senjata api secara luas sangat terasa. Oleh karena itu, pemerintah menerapkan sistem kontrol dan manajemen yang terukur terhadap kepemilikan dan penggunaan senpi.
Pendapat senada disampaikan oleh Abdul Fickar Hadjar, pakar hukum dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Beliau menjelaskan bahwa UU No 8 tahun 1948 mengatur bahwa senjata api yang dimiliki oleh warga sipil wajib didaftarkan kepada Kepala Kepolisian Karesidenan (atau Kepala Kepolisian Daerah Istimewa). Namun, kepemilikan senpi tidak hanya terbatas pada aparat penegak hukum. Warga sipil tertentu, sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 82 Tahun 2004, diizinkan memiliki senjata api, tetapi dengan persyaratan dan prosedur yang sangat ketat.
**Siapa Saja yang Boleh Memiliki Senjata Api di Indonesia?**
Golongan warga sipil yang diizinkan memiliki senjata api sangat terbatas dan terutama ditujukan untuk keperluan pertahanan diri. Mereka umumnya meliputi direktur utama perusahaan besar, menteri, pejabat pemerintahan tinggi, pengusaha utama, komisaris, pengacara, dan dokter. Penggunaan senjata api pun dibatasi hanya untuk situasi darurat dan dilarang ditunjukkan di depan umum atau digunakan untuk mengintimidasi.
**Syarat dan Prosedur Perizinan Senjata Api:**
Peraturan yang berlaku sangat ketat. Proses perolehan Izin Khusus Senjata Api (IKSHA) meliputi beberapa tahapan dan syarat yang cukup rumit, antara lain:
1. **Syarat Medis:** Pemohon harus sehat jasmani dan rohani, memiliki penglihatan normal, dan tidak memiliki cacat fisik yang dapat menghambat penggunaan senjata.
2. **Tes Psikologi:** Calon pemilik senpi wajib menjalani psikotes di Dinas Psikologi Mabes Polri untuk memastikan stabilitas emosi dan mencegah penggunaan senjata api akibat ketidakmampuan mengontrol emosi.
3. **Rekam Jejak:** Pemohon harus memiliki Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB) dari kepolisian dan tidak pernah terlibat dalam tindak pidana. Proses screening oleh Dit IPP dan Subdit Pamwassendak juga merupakan tahapan penting.
4. **Usia:** Usia minimal pemohon adalah 24 tahun (sesuai Perpol No. 1 Tahun 2022), dengan batas atas 65 tahun.
5. **Syarat Administratif:** Pemohon perlu melengkapi berbagai dokumen administratif, seperti fotokopi KTP, Kartu Keluarga, SKCK, rekomendasi Kapolda setempat, surat permohonan bermaterai, dan sejumlah foto dengan ukuran berbeda.
Abdul Fickar Hadjar menekankan bahwa syarat terpenting adalah rekam jejak bersih dan tidak sedang menjalani hukuman. Beliau juga menyoroti dampak psikologis kepemilikan senjata api terhadap pemiliknya, yang dapat meningkatkan rasa percaya diri namun juga berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
**Jenis Senjata Api:**
Peraturan juga membedakan jenis senjata api yang diperbolehkan untuk Polri, TNI, dan sipil. Polri menggunakan senpi kaliber 5,5 mm ke atas, sementara senpi sipil terbatas pada jenis revolver kaliber 32, 25, atau 22, serta senapan jenis shotgun kaliber 12 mm dan kaliber 12 GA serta kaliber 22.
Meskipun regulasi sudah ada, kenyataannya peredaran senjata api ilegal masih menjadi masalah serius di Indonesia. Sanksi pidana bagi kepemilikan senjata api ilegal sangat berat, mulai dari hukuman penjara hingga hukuman mati. Oleh karena itu, pengawasan dan kontrol yang ketat dari lembaga berwenang, serta kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam menjaga keamanan dan ketertiban, menjadi kunci utama dalam mengatasi masalah ini.
**Kata Kunci:** Kepemilikan senjata api, regulasi senjata api Indonesia, izin senjata api, perizinan senpi, penyalahgunaan senjata api, keamanan nasional, UU No 8 tahun 1948, Peraturan Kapolri Nomor 82 Tahun 2004, Perpol No. 1 Tahun 2022, IKSHA, Polri, TNI, kriminologi, penegakan hukum.